SEHAT JIWA  

Thursday, January 29, 2009

Pada masa sekarang banyak hal yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mengalami gangguan jiwa seperti tekanan terhadap ekonomi, pekerjaan, putus pacar, atau malah pada saat mendapat pacar seseorang dapat menjadi uring-uringan marah-marah, sampai-sampai pada keinginan untuk mengakhiri hidup sendiri. Di madia massa banyak yang memberitakan ada ibu yang tega membakar diri dan anaknya karena himpitan ekonomi, ada anak yang nekat gantung diri karena gak dapat uang jajan, atau ada mahasiswa yang nekat lompat dari gedung tempat kuliah karena gak lulus-lulus, so kita mesti ngerti dulu dengan diri kita/jiwa kita sendiri, sebelum ngerti tentang orang lain.



Pengertian sehat jiwa menurut Johanda adalah bersikap positif terhadap diri sendiri, mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai aktualisasi diri, memiliki integritas diri, otonomi, persepsi realitas dan menguasai lingkungan (environmental mastery). Seseorang dikatakan sehat jiwa bila mampu menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan yang menjadi stressor. Kemampuan beradaptasi terhadap stressor dipelajari sepanjang hidup manusia, disebut dengan mekanisme koping. Penyesuaian diri yang baik berdampak pada terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa, sanggup menghadapi masalah, merasa bahagia dan mampu diri. Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan keseimbangan jiwa seseorang, dimana ia dapat mengatur hidupnya dan menjalankan fungsinya dalam masyarakat.

Seseorang yang sehat jiwa cenderung lebih tahan terhadap berbagai penyakit, stressor dan konflik. Fungsi fisik dan psikis/jiwa saling mempengaruhi melalui jalur fisiologis tubuh dan perilaku sehat. Jalur fisiologis yang utama melalui sistem hormon, persarafan serta imunitas/kekebalan tubuh. Jalur perilaku sehat mencakup pola perilaku adaptif seperti olah raga, makan-minum-istirahat, menghindari rokok, aktivitas seks yang aman dan sehat serta pertolongan medis segera bila ada gangguan kesehatan. Sedangkan seseorang yang memiliki gangguan jiwa cenderung hidup dalam dunia yang diciptakananya sendiri, mengalami kesulitan dalam komunikasi, asosial atau antisosial, bahkan tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
Ada beberapa ciri-ciri orang yang sehat jiwa, menurut WHO adalah dapat menyesuaikan diri secara konstruktif, merasakan kepuasan dari usaha nyata, lebih puas memberi daripada menerima, hubungan antar manusia yang saling menolong, menerima kekecewaan untuk pelajaran yang akan datang, mengarahkan rasa bermusuhan pada penyesalan yang kreatif dan konstruktif, serta mempunyai kasih sayang. Sedangkan ciri-ciri orang yang kurang sehat jiwanya menurut WHO antara lain selalu diliputi suasana khawatir dan gelisah, mudah marah karena hal-hal sepele, menyerang orang lain karena kemarahannya, permusuhan, kebencian, sulit memaafkan orang lain, tidak mampu menghadapi kenyataan hidup, tidak realistik, lari dari kenyataan, murung, putus asa dan tidak mampu menyatakan isi hatinya kepada orang lain (kayaknya banyak ni dari kita yang belum sehat jiwa………).

Ada 3 aspek utama yang merupakan faktor predisposisi pertahanan kesehatan jiwa seseorang yaitu :
a. Individu
Memiliki harga diri positif, vitalitas, hidup berarti, hidup harmonis, identitas positif dan faktor-faktor biologis terpenuhi.
b. Interpersonal
Komunikasi yang efektif, keintiman, menolong orang lain dan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian.
c. Budaya
Rasa memiliki kelompok, suport antar anggota masyarakat, cukupnya sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dalam masyarakat dan tidak adanya tindakan kekerasan dalam masyarakat.

Ada 3 faktor utama yang menjadi pencetus gangguan jiwa yaitu genetik (internal), pola asuh dan pola didik yang kurang baik (salah) serta lingkungan sebagai stressor. Ada banyak faktor psikososial yang dapat menjadi pencetus gangguan jiwa, diantaranya perkawinan (perceraian, perpisahan, ketidaksetiaan), problem dengan orang tua (tidak punya anak, anak banyak, anak nakal, anak sakit, hubungan yang tidak baik dengan mertua), hubungan interpersonal (konflik dengan sahabat, kekasih, atasan atau teman kerja), pekerjaan (terlalu banyak, tidak bekerja, tidak cocok, mutasi jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, PHK, atau mau nyalon jadi caleg……), lingkungan hidup (lingkungan rumah rawan, penggusuran tempat tinggal), keuangan (pendapatan rendah, terlibat utang, usaha bangkrut, warisan), hukum (tuntutan, pengadilan, penjara) dan penyakit (kecelakaan, operasi, aborsi, jantung dan kanker).

Paradigma pencegahan gangguan jiwa yang dapat dipakai oleh setiap orang adalah paradigma pencegahan perilaku dan strategi pencegahan. Pencegahan perilaku diarahkan agar tidak terbentuk respon maladaptif. Perilaku khusus yang perlu dicegah antara lain menolak diri sendiri, melukai orang lain, kebiasaan tidak sehat seperti makan berlebihan, mabuk-mabukan, menyalahkan orang lain, menunda-nunda sesuatu, banyak berdalih, kegagalan berperan (sebagai mahasiswa, orang tua, pekerja, dll), terputusnya hubungan (seperti suami-istri, orang tua-anak, pekerja-bos, dll), perasaan overreaksi/ reaksi yang berlebihan seperti mudah panik, cemas pada situasi baru, mudah mengamuk, mudah melarikan diri dari sesuatu, serta ketidak mampuan psikologis seperti tidak bisa menerima sakit-penyakit, tidak punya kompensasi dan mudah frustasi walaupun dalam peristiwa normal.

Strategi pencegahan sakit jiwa dilakukan melalui pendidikan kesehatan, perubahan lingkungan dan sistem support sosial yang ada. Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan kompetensi respon adaptif, kemampuan kontrol diri, strategi koping yang efektif dan peningkatan harga diri. Perubahan lingkungan meliputi pemantapan ekonomi dan keuangan keluarga, mendapatkan pekerjaan atau pendidikan yang memadai, tempat kerja aatau rumah baru, dll. Sistem support sosial yang diberikan dapat menghilangkan atau meminimalkan stressor pencetus dan faktor resikonya. Mensupport klien jiwa bertujuan menguatkan koping yang dimiliki, merujuk pada sistem support sosial yang ada di masyarakat seperti Puskesmas, kelompok masyarakat yang ada, dll.

Seandainya ada seorang yang menunjukkan gejala gangguan jiwa perlu segera dilakukan pemeriksaan oleh dokter jiwa. Sekecil apapun gejala penyakit jiwa sebaiknya konsultasikan dan ajak orang tersebut untuk menemui dokter jiwa atau psikiater. Dengan begitu bisa dilakukan antisipasi sedini mungkin sehingga tidak “kebablasan” dan merepotkan keluarga. Keluarga sebagai orang terdekat perlu untuk membantu pulihnya penderita dengan gangguan jiwa. Caranya adalah dengan mengajak ngobrol, konsultasi dengan dokter atau pikiater dan membantu menyadarkan jati dirinya. Penderita diajak untuk melakukan kegiatan keagamaan atau beribadah. Bila seorang penderita telah sembuh, keluarga perlu menyiapkan seorang pendamping yang setiap saat dapat membantu penderita mengurus dirinya, mengawasi perilakunya, memberikan obat secara teratur sesuai petunjuk dokter. Lingkungan yang kondusif sangat dibutuhkan dan harus tercipta saat penderita keluar dari isolasi (pengobatan).

Untuk penderita dengan depresi sebaiknya kita memahami dan mengerti kondisi penderita. Proses tersebut tidak bisa dilakukan dengan cepat atau segera, hanya dengan sekali bertemu. Biasanya membutuhkan waktu lama dan kesabaran dari keluarga dan orang-orang terdekat.

Hal penting lain yang dilakukan untuk mengatasi gangguan jiwa adalah menghilangkan stigma yang ada pada penderita gangguan jiwa. Selama ini stigma yang berkembang di myarakat antara lain keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh setan, kutukan, guna-guna,dll. Selain itu ada juga stigma bahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan dan selalu diturunkan. Adanya stigma seperti ini membawa akibat yang sangat merugikan bagi penderita, anggota keluarga serta petugas yang kesulitan dalam mengenali, mengobati dan merehabilitasi penderita gangguan jiwa. Kebanyakan penderita datang mencari pertolongan sudah dalam keadaan terlambat/parah. Perlu sosialisasi terus-menerus untuk tidak meletakkan stigma bagi penderita gangguan jiwa.




Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Jurnal Keperawatan  

Wednesday, January 21, 2009

Journal Keperawatan Gratis

Buat teman-teman yang pengen dapet jurnal keperawatan gratis bisa didapat di www.medscape.com, dengan berbagai macam kriteria,, mulai dari KMB, Anak, JIKOM, Komunitas, geriatrik dll deh, dengan edisi yang new dan fresh....



Hampir semua sub-ilmu di bidang keperawatan ada jurnalnya dan kita bisa meminta sampelnya secara free alias gratis. caranya, masuk www.medscape com... terus di tab sebelah atas pilih tab “new ussers, free regristration”, nah terus isi deh data diri dengan lengkap dan jangan lupa kita harus sudah punya alamat email sehingga apabila kita mau request jurnal nanti akan dikirim secara free ke email kita......cos biasanya kita kan senengnya gratisan dan manfaat jurnalnya gede lagi......(ha..ha)

Dari sekian banyak journal yang ditawarkan, kita tinggal milih, jurnal mana aja yang kita pengen, mau satu, tiga, 10 atau semua sampel bisa kita dapet (kalo ga malu :-) ). Setelah memilih jurnal yang kita inginkan dan registrasi tunggu deh so pasti kiriman jurnal akan masuk terus ke alamat email kita dan yang terpenting kita sering-sering aja update email kita.......so maju terus deh keperawatan indonesia......


Selamat mencoba ya, kalo tips diatas ma’nyusss kasih koment ya, :-)


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


20 DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING DIPAKAI DI LAHAN PRAKTIK  

Monday, January 19, 2009

Diagnosa keperawatan biasanya jadi momok buat mahasiswa keperawatan untuk dapat dengan mudah menentukan kira-kira ini diagnosa apa ya terus NOC dan NIC nya apa ya......nah kan jadi berabe, padahal kita ini kan perawat dan so pasti diagnosa yang dipakai adalah diagnosa perawatan, jadi capeeek deh!!!!!!......

nah.....dibawah ini adalah 20 daftar Diagnosa beserta NOC dan labeling untuk NIC yang diadop dari NANDA, NIC dan NOC yang sering didapatkan dilahan praktik dan disusun secara praktis agar dapat dengan mudah dibaca dan dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan, semoga dapat membantu rekan-rekan perawat dalam menyusun Asuhan Keperawatan. Selamat membaca......!!!!!





1. Intoleransi aktivitas ( suatu keadaan dimana individu mempunyai ketidakcukupan energi scr fisiologis ) b/d imobilisasi, kelemahan fisik, ketidakseimbangan suplay O2 dgn kebutuhan

NOC : Ps menunjukkan toleransi terhadap aktivitas

NIC :
- Terapi aktivitas
- Energi management
- Cardiac care

2. Volume cairan berlebih ( retensi cairan isotonic meningkat ) b/d mekanisme pengaturan melemah, asupan cairan berlebih, asupan natrium berlebih.
( BB naik, TD berubah, CVP meningkat, Edema, Dypsneu, oliguria )

NOC : ps menunjukkan keseimbangan vol cairan

NIC :
- Fluid management
- Nutrisi management
- Respiratory management
- Medication management

3. Penurunan cardiac out put ( jantung tdk dpt memompa darah secara adekuat yg diperlukan utk metabolisme tbh ) b/d perubahan kontraktilitas jantung, perubahan isi sekuncup.
( tachikardia, perubahan EKG, edema, distensi vena jugularis, kelelahan, JVP meningkat, dypsneu )

NOC : ps menunjukkan respon cardiac pump yang effektiv

NIC :
- Cardiac care :
- Vital sign monitoring
- Neurological monitoring
- Medication management
- O2 therapy

4. Cemas ( perasaan gelisah yg tidak jelas dari ketidaknyamanan/ketakutan yg disertai respon otonom ) b/d krisis situasional/maturasional, kebutuhan tdk terpenuhi, stress, ancaman kematian, perubahan status peran.

NOC : ps menunjukkan anxiety control/ coping meningkat

NIC :
- anxiety reduction

5. Gangguan pertukaran gas ( kelebihan/kekurangan dari O2 dan atau pengeluaran CO2 dlm kapiler-alveoli ) b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler-alveoli,
( CO2 turun, nadi meningkat, keletihan, dyspneu, AGD abnormal, cianosis, irritability, pernafasan kembang kempisss )

NOC : status pernafasan : pertukaran gas CO2 dan O2 balance


NIC :
- pengelolaan asam basa
- Pengelolaan jalan nafas

6. Hipertermi ( suhu tubuh meningkat tinggi…tingii sekali kiri kanan kuliat semua eh…malah nyanyi ) b/d penyakit/trauma, peningkatan metabolisme, dehidrasi.
( tacikardi, kejang, kulit memerah, RR naik )

NOC : pasien menunjukkan keseimbangan produksi, peningkatan dan kehilangan panas.

NIC :
- Pengaturan termoregulation tubuh

7. Resiko infeksi ( peningkatan resiko masuknya organisme patogen ) b/d prosedur infasif, malnutrisi, penyakit kronik, imunosupresi ( pd SLE )

NOC : status infeksi tdk terjadi

NIC :
- Pengendalian/control infeksi
- Proteksi infeksi

8. Perfusi jaringan tidak effektif ( penurunan pemberian O2 dalam kegagalan, memberi makanan jaringan pd tingkat kapiler ) b/d hipo/hipervolemia, aliran arteri/vena putus, HB turun, keracunan, ketidakseimbangan ventilasi, kerusakan transport O2.
( nadi turun, biru2, pucat, suhu turun )

NOC : pemenuhan O2 dijar ( tergantung jar yang terkena ) adekuat

NIC :
- Perawatan sirkulation
- Pengelolaan sensasi perifer
- Monitoring neurologis
- Balance cairan
- Pantau keefektifan pompa jantung
- Monitor respirasi.

9. Kerusakan mobilitas fisik ( keterbatasan dlm kebebasan utk bergerak fisik ttt pd bagian tubuh ) b/d pengobatan, terapi pembatasan gerak, nyeri, kerusakan persepsi sensori, intoleransi aktivitas, malnutrisi, kerusakan neuromuskuloskeletal, penurunan kekuatan otot.

NOC : kemampuan mobilitas purposefully

NIC :
- Exsercise promotion
- Terapi latihan

10. Kebersihan jalan nafas inefektif ( ketidakmampuan utk membersihkan sekresi/obstruksi dari sal nafas ) b/d spasme jalan nafas , sekresi tertahan, banyaknya mucus, jln nafas buatan, corpus alineum.

NOC : ps menunjukkan kemampuan mempertahankan kebersihan jalan nafas
NIC :
- Airway management
- Airway section

NOC : status respirasi : ventilasi pergerakan udara dlm & keluar paru adekuat
NIC :
- Airway management
- O2 terapy
- Airway section

12. Neusea ( ketidaknyamanan pd abdoment/ sal pencernaan yg mengakibatkan mual dan muntah ) b/d kemoterapy, anestesi post op. iritasi pd sistim gastro.

NOC : Fluid & food seimbang

NIC :
- Feeding
- Fluid management & fluid monotoring
- Fluid resusitasion
- Fluid/elektrolit management
- Food management
- Enveromental management

13. Kurang pengetahuan : spesifik ( tdk/ kurang informasi ) b/d keterbatasan secara kognitif, kurang tahu sumber2 informasi, salah dalam pemahaman, kurang pengingatan.

NOC : spesifik

NIC :
- Pengajaran ( sesuai dgn masalah ps kurang tahu ttg apa )

14. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan ( keadaan dimana individu mengalami intake nutrisi yg kurang dr kebutuhan tubuh utk memenuhi kebutuhan metabolic ) b/d ketidakmampuan menelan, peny kronik, intoleransi makanan, kesulitan mengunyah, mual + muntah,hilang nafsu makan.

NOC : Status nutrisi ps adekuat

NIC :
- Pengelolaan gangguan makan
- Pengelolaan nutrisi
- Bantu kenaikan status peningkatan BB
- Management lingkungan

15. Nyeri akut/kronis (sensasi yg tdk menyenagkan dan pengalaman emosional yg muncul secara actual/potensial kerusakan jaringan : mendadak atau lama) b/d agen injuri ( fisik, kimia, biologi, psikologi ) – ketidak mampuan fisik kronis.

NOC : pasien dapat mengotrol nyeri / level nyeri berkurang

NIC :
- pain control
- pain management
- Management medication

16. Gangguan pola tidur ( keterbatasan waktu tidur meliputi jump & kualitas ) b/d psikologis, lingkungan, panas, mual dll.

NOC : ps dapat tidur

NIC :
- Energy management
- Perbaikan status tidur
- Pain management
- Enviromental management

17. Kerusakan eliminasi urin b/d ISK, obstruksi anatomic, kerusakan sensori motor.

NOC: Menunjukan kontinensia urin (Pengendalian eliminasi urine).

NIC :
 Pengelolaan eliminasi urin

18. Kerusakan integritas kulit (Perubahan pada epidermis dan dermis) b/d Eksternal (Hipertermia atau hipotermia, Substansi kimia, Kelembaban udara, Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint), Immobilitas fisik, Radiasi, Usia yang ekstrim, Kelembaban kulit, Obat-obatan, Internal (Perubahan status metabolik, Tulang menonjol, Defisit imunologi, Faktor yang berhubungan dengan perkembangan, Perubahan sensasi, Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan), Perubahan status cairan, Perubahan pigmentasi, Perubahan sirkulasi), Perubahan turgor (elastisitas kulit)

NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes, Penyembuhan luka

NIC :
 Pressure Management
 Perawatan luka

19. Kerusakan integritas jaringan.(Perubahan pada membran mukosa, jaringan korneal, integumen atau sub kutan seseorang)

NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes, Penyembuhan luka

NIC : lihat NIC kerusakan integritas kulit ya…….

20. Defisit perawatan diri : spesifik ( gangguan melakukan aktivitas kebersihan diri ) b/d penurunan motivasi, kelemahan, cemas, nyeri, gangguan kognitif, gangguan syaraf dan musculo.

NOC : spesifik (ps mampu menunjukkan melakukan self care : oral hygiene).

NIC : Self care mandi, berpakaian, makan/minum, toileting de el el lah pokoke….


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Pengobatan/Perawatan Pasien Ketergantungan NAPZA Pasca Detoksifikasi dr. Hartati Kurniadi SpKJ., MHA  

Tuesday, January 13, 2009

PENDAHULUAN

Banyak orang, terutama yang awam tentang pengobatan ketergantunqan napza, beranggapan bahwa setelah detoksi-fikasi maka seharusnya anak/pasien itu sudah sembuh/baik kembali seperti sebelum mereka tergantung pada napza atau bahkan ada yang berharap bahwa anaknya dapat baik seperti apa yang mereka harapkan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kekecewaan baik bagi orangtua maupun anak/pasien tersebut. Detoksifikasi adalah langkah awal dari suatu proses penyembuhan pasien engan ketergantungan napza; jadi setelah langkah awal ini, perlu dilakukan langkah solanjutnya agar pasien dapat tetap terbebas dari penggunaan napza. Untuk fase awel ini masih dapat dilakukan pemaksaan pada pasien, misalnya dengan diborgol dan pengawasan ketat atau dilakukan dengan ultra rapid toxification. Tetapi untuk langkah selanjutnya perlu adanya kerjasama yang baik dari pasien tersebut, keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Selanjutnya akan dibicarakan mengenai perawatan pasien setelah terapi detoksifikasi yaitu habilitasi dan rehabilitasi.


HABILITASI

Perawatan ini ditujukan terutama untuk stabilisasi keadaan mental dan emosi pasien sehingga gangguan jiwa yang sering mendasari ketergantungan napza dapat dihilangkan atau diatasi. Keadaan ini merupakan langkah yang sangat panting, sebab usaha rehabilitasi dan resosialisasi banyak tergantung dari berhasil atau tidaknya tahap ini.
Pada tahap ini kadang masih ditemukan juga keadaan yang kita sebut slip yang artinya episode penggunaan kembali napza setelah berhenti menggunakan selama kurun waktu tertentu. Atau dapat juga mereka terjatuh kembali menggunakan napza secara tidak terkontrol setelah berhenti menggunakan napza selama kurun waktu tertentu yang dikenal dengan istilah relaps. Oleh sebab itu pada tahap ini perlu dilakukan berbagai bentuk terapi atau kegiatan yang sesuai dengan individu/ keadaan pasien tersebut. Jadi penanganan pada setiap pasien tidak bisa disamaratakan, sangat personal. Pada tahap ini tidak jarang farmakoterapi masih diperlukan untuk mengobati gangguan jiwa yang mendasari ketergantungan napzanya. Dalam hal ini yang biasa dipakai adalah golongan antiancietas, anti-depresi atau anti-psikotik. Motivasi pasien untuk sembuh memang merupakan kunci keberhasilan pada tahap ini. Pasien yang baik, dapat bekerjasama dengan terapisnya tanpa pengaruh napza lagi. Sikap ini akan mempercepat tahap habilitasi, walaupun memang perlu waktu untuk dapat bersikap seperti itu. Selain itu, efek pemakaian napza di otak juga tidak dapat pulih dengan cepat karena berdasarkan penelitian, zat yang dipakai tersebut berkaitan dengan neurotransmitter dalam otak. Untuk mernpercepat rehabilitasi ini, peran lingkungan, terapis dan pendamping yang mendukung proses penyembuhan pasien sangat diharapkan. Habilitasi dapat berupa berbagai bentuk terapi atau kegiatan yang dapat diberikan kepada pasien sesuai dengan indikasi yang ada. Jadi tidak semua bentuk terapi dan kegiatan harus diberikan kepada setiap pasien. Bentuk terapi/kegiatan tersebut antara lain :
− Latihan Jasmani : misalnya lari-lari pagi; karena menurut penelitian, dapat meningkatkan kadar endorfin.
− Akupunktur : dapat meningkatkan kadar andorfin sehingga mengurangi keadaan depresi.
− Terapi Relaksasi : karena banyak pasien yang susah untuk relaks.
− Terapi Tingkah Laku : teknik terapi yang dikembangkan berdasarkan teori belajar. Hukuman diberikan apabila pasien berperilaku yang tidak diinginkan (menggunakan napza) dan hadiah diberikan bila pasien berperilaku yang diinginkan (tidakmenggunakan napza).
− Terapi Disulfiram (Antabuse) : merupakan terapi aversif pada ketergantungan alkohol; jadi merupakan suatu bentuk terapi tingkah laku. Disulfiram menghambat metabalisme alkohol dalam darah sehingga kadar asetaldehida dalam plasma meningkat. Jadi bila minum Disulfiram, lalu kemudian meminum juga alknhol, maka akan timbul suatu perasaan yang tidak enak misalnya mual, muntah, rasa penuh di kepala dan leher, nyeri kepala, muka merah, wajah berkeringat, berdebar-debar, rasa napas pendek, rasa tak enak di dada, vertigo, penglihatan kabur, dan kebingungan. Kontra indikasi pemberian disulfiram ialah penyakit jantung. Dosis 250 mg setiap hari atau 509 mg tiga kali seminggu selama satu tahun. Disulfiram sebaiknya diberikan bersama-lama dengan terapi lain seperti psikoterapi individual atau kelompok, konseling individual atau mengikuti pertemuan alkohol anonimus. Perlu pengawasan dari anggata kaluarga agar terjamin bahwa disulfiram tetap dimakan secara teratur.
− Terapi antagonis opioida : misalnya neltrexon; kerjanya menghambat efek euforia dari opioida sehingga pasien akan merasa percuma menggunakan opioida karena tidak mengalami euforia. Di sini perlu sekali pengertian dari pasien, karena bila pasien tidak serius ingin berhenti memakai opioida, maka bila dia menggunakan naltrexon, dan juga menggunakan opioida, maka dapat terjadi overdosis opioida. Naltrexon diberikan sebanyak 50 mg perhari atau disesuaikan dengan dosis pemakaian opioida; sebaiknya diberikan selama minimal 6-12 bulan.
Kontra indikasinya :
1. Pasien yang mendapat pengobatan dengan analgesik opioida.
2. Pasien yang kadang-kadang masih menggunakan opioida.
3. Pasien yang test urin untuk opioidanya masih positif.
4. Pasien dengan hepatitis akut atau fungsi hepar buruk.

− Methadone Maintenance Program : biasanya yang menjalani program ini adalah mereka yang telah berkali-kali gagal mengikuti program terapi, habilitasi dan rehabilitasi lain. Untuk menjalankan program ini diperlukan administrasi yang baik; untuk menghindari kemungkinan adanya pasien yang mendapat jatah obat lebih. Jadi harus ada satu pusat catatan Medik terpadu.Sebelum mengikuti program ini pasien harus diperiksa secara medis dahulu termasuk pemeriksaan darah rutin, test fungsi hati, rontgen paru-paru dan EKG. Dosis methadon setiap hari dimulai dari 30-40 mg, biasanya dosis maintenance sebesar 40-80 mg perhari. Jarang melebihi 120 mg perhari. Setiap hari pasien harus datang ke pusat terapi dan minum jatah methadon di hadapan petugas; biasanya diminum dengan segelas jus jeruk. Bagi mereka yang sekolah atau bekerja dan konditenya baik dapat datang ke pusat terapi dua kali seminggu dan membawa methadon pulang ke rumahnya (diberikan methadon yang berjangka waktu kerja lama yaitu LAAM - L Alfa Aceto-Methadol). Sewaktu-waktu urin harus diperiksa untuk memastikan bahwa methadon yang diperoleh dan dibawa pulang dipakai sendiri dan bukan dijual.
− Psikoterapi individual : untuk mengatasi konflik intrapsikik dan gangguan mental yang terdapat pada pasien, termasuk gangguan kepribadian.
− Konseling : dapat membantu pasien untuk rnengerti dan memecahkan masalah penyesuaian dirinya dengan lingkungan.
− Terapi Keluarga : sangat diperlukan karena pada umumnya keluarga mempunyai andil dalam terjadinya ketergantung napza pada pasien. Terapi ini juga mempersiapkan keluarga beradaptasi dengan pasien setelah yang bersangkutan tidak menggunakan napza lagi.
− Psikoterapi Kelompok : banyak dilakukan dalam program habilitasi karena dirasakan banyak manfaatnya. Pasien lebih dapat menerima kritik, konfrontasi, dan saran yang diberikan pasien lain daripada terapis.
− Psikodrama : suatu drama yang dirancang berkisar pada suatu krisis kehidupan atau masalah khusus. Drama ini dapat membantu pemainnya (pasien) mengenali masalah bagaimana ia mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah tersebut, terapi ini barmanfaat terutama bagi orang yang sulit menyatakan suatu peristiwa atau perasaan secara verbal.

REHABILITASI
Dalam pengobatan ketergantungan napza perlu dilakukan hingga tingkat rehabilitasi. Alasannya, selain menimbulkan gangguan fisik dan kesehatan jiwa, ketergantungan napza juga memberi dampak sosial bagi pasien, lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
Rehabilitasi pada hakikatnya bertujuan agar penderita bisa melakukan perbuatan secara normal, bisa melanjutkan pendidikan sesuai kemampuannya, bisa bekerja lagi sesuai dengan bakat dan minatnya, dan yang terpemting bisa hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya. Satu hal lagi yang banyak diharapkan setelah mengikuti rehabilitasi, pasien dapat menghayati agamanya secara baik. Itulah sebabnya banyak lembaga rehabilitasi yang didirikan berdasarkan kepercayaan/agama.
Terapi rehabilitasl ini meliputi beberapa hal :
− Rehabilitasi Sosial : meliputi segala usaha yang bertujuan memupuk, membimbing, dan meningkatkan rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial bagi keluarga dan masyarakat.
− Rehabilitasi Edukasional : bertujuan untuk memelihara dan maningkatkan pengetahuan dan mengusahakan agar pasien dapat mengikuti pendidikan lagi, jika mungkin memberi bimbingan dalam memilih sekolah yang sesuai dengan kemampuan intelegensia dan bakatnya.
- Rehabilitasi Vokasional : bertujuan menentukan kemampuan kerja pasien serta cara mengatasi penghalang atau rintangan untuk penempatan dalam pekerjaan yang sesuai. Juga memberikan keterampilan yang belum dimiliki pasien agar dapat bermanfaat bagi pasien untuk mencari nafkah.
− Rehabilitasi Kehidupan Beragama : bertujuan membangkitkan kesadaran pasien akan kedudukan manusia di tengah-tengah mahluk hidup ciptaan Tuhan; menyadarkan kelemahan yang dimiliki manusia, arti agama bagi manusia, membangkitkan optimisme berdasarkan sifat-sifat Tuhan yang Mahabijaksana, Mahatahu, Maha pengasih, dan Maha pengampun.
PENUTUP
Satu hal yang harus disadari dan dipahami oleh semua pihak adalah bahwa detoksifikasi bukanlah terapi tunggal dari ketergantungan napza, melainkan langkah awal dari suatu proses terapi ketergantungan napza. Selain itu harus dimaklumi juga bahwa pengobatan ketergantungan napza membutuhkan waktu yang cukup panjang. Bahkan untuk mengetahui dengan pasti bahwa pasien tersebut betul-betul pulih, baru bisa dipastikan setelah yang bersangkutan meninggal.
Oleh sebab itu agar pengobatan/perawatan ketergantungan napza berjalan dengan baik, perlu pemahaman diri (insight) pasien, dibantu dengan kerja sama yang baik dengan terapis serta dukungan yang kuat dari lingkungan terdekat. Untuk itu diperlukan usaha yang terus menerus dan perasaan yang selalu optimis baik dari pasien, terapis, maupun lingkungannya agar setiap kemajuan yang sekecil apapun, dapat disyukuri dan merupakan dorongan untuk mencapai kemajuan yang lebih banyak.


KEPUSTAKAAN

1. Leow KF. Medical Aspect of Naltrexone. Symposium : Advances in the management of drug addiction - role of naltrexone in medical practice. Singapore, Feb. 11, 1996.
2. Joewana S. Gangguan Penggunaan Zat. Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif Lain. Jakarta: Gramedia, 1989.
3. Fisher GL, Harrison TC. Substance Abuse. Information for School Counselors, Social Workers, Therapists, and Counselors. Needham Heights, Massachusetts. A Simon & Schuster Company, 1997.
4. Bennett G. Treating Drug Abusers. Great Britain. Billing & Sons Ltd. 1989.


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Memulai Sebuah Perubahan  

Friday, January 9, 2009

Kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan, keburukan,maupun kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.


Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah, tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang bersamaan,ternyata keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk.

Jangankan mengubah Indonesia, mengubah anaknya saja tidak mampu. Banyak yang menginginkan situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang memadai untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu
saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik.

Siapa pun yang bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri. Ingin mengubah Indonesia, caranya ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan
menjadi bahan tertawaan kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian ucapan dengan tindakan kita.

Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois. Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnya juga hanya untuk diri sendiri.Tapi yang dimaksud di sini adalah memikirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas.

Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikirkan genteng, memikirkan tiang sehebat apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupakan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesungguhan untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan keberanian melihat kekurangan diri.

Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses manapun bakal rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk mengubah dirinya.Kata kuncinya adalah keberanian.Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang, tapi, tidak sembarang
orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang-orang yang sukses sejati.

Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya, inilah calon orang besar.

Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak mengucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain.
Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya.

Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar.

Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah anak, sulitnya mengubah istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri. Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu diri sendiri seperti apa.

Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan rakyatnya. Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri.Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan.Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja makin sungguh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang.

Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapi pembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku
kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan. Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi
berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut.

Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawali dari keberanian melihat
kekurangan diri sendiri. Amien.


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


MUJIZAT NYANYIAN SEORANG KAKAK  

Tiba saatnya bagi Karen untuk melahirkan. Tapi sungguh diluar dugaan,
terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Michael
dilahirkan. Seorang bayi putri yang cantik, sayang kondisinya begitu
buruk sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Karen;
bersiaplah jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi.




Karen dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa
pasrah kepada yang Kuasa. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan
buat putrinya sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Lain halnya dengan kakaknya
Michael, sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus! "Mami,... aku
mau nyanyi buat adik kecil!" Ibunya kurang tanggap. "Mami, ....aku pengen
nyanyi!" Karen terlalu larut dalam kesedihan dan kekuatirannya. "Mami, ....aku
kepengen nyanyi!"

Ini berulang kali diminta Michael bahkan sambil meraung menangis. Karen tetap menganggap rengekan Michael rengekan anak kecil. Lagi pula ICU adalah
daerah terlarang bagi anak-anak.

Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Michael. Baik,
setidaknya biar Michael melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya.
Mumpung adiknya masih hidup! Ia dicegat oleh suster didepan pintu kamar ICU.
Anak kecil dilarang masuk! Karen ragu-ragu. Tapi, suster.... suster tak mau tahu; ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk! Karen menatap tajam suster itu, lalu katanya: "Suster, sebelum menyanyi buat adiknya, Michael tidak akan kubawa pergi! Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Michael melihat adiknya!" Suster terdiam menatap Michael dan berkata, "Tapi tidak boleh lebih dari lima menit!"

Demikianlah kemudian Michael dibungkus dengan pakaian khusus lalu dibawa
masuk ke ruang ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakratul maut. Michael menatap lekat adiknya...... lalu dari mulutnya yang kecil mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring ".....You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey...." Ajaib! Si Adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya. "You never know, dear, How much I love you. Please don't take my sunshine away." Denyut nadinya menjadi lebih teratur. Karen dengan haru melihat dan menatapnya dengan tajam dan terus,....terus Michael! "Teruskan sayang!" bisik ibunya...."The other night, dear, as I laid sleeping, I dream, I held you in my hands....." dan......Sang adikpun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi
teratur........
"I'll always love you and make you happy, if you will only stay the same......."
Sang adik kelihatan begitu tenang .... sangat tenang.
"Lagi sayang!" bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Michael terus
bernyanyi dan.... adiknya kelihatan semakin tenang, relax dan damai....... lalu tertidur lelap.

Suster yg tadinya melarang untuk masuk, kini ikut terisak-isak menyaksikan
apa yg telah terjadi atas diri adik Michael dan kejadian yang baru saja ia saksikan sendiri. Hari berikutnya, satu hari kemudian si adik bayi sudah diperbolehkan ulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yg menimpa pasien yg satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah therapy ajaib, dan Karen juga suaminya melihatnya sebagai Mujizat Kasih Ilahi yang luar biasa, sungguh amat luar biasa! tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.

Bagi sang adik, kehadiran Michael berarti soal hidup dan mati. Benar bahwa memang Kasih Ilahi yg menolongnya. Dan ingat Kasih Ilahipun membutuhkan mulut kecil si Michael untuk mengatakan "How much I love you". Dan ternyata Kasih Ilahi membutuhkan pula hati polos seorang anak kecil seperti Michael untuk memberi kehidupan. Itulah kehendak Tuhan, tidak ada yang mustahil bagiNYA bila IA menghendaki terjadi.
*** ***


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


PERSAHABATAN SEJATI  

Apapun definisinya, persahabatan sejati selalu didasari pada rasa saling percaya, rasa saling menghormati, saling mendukung dan menerima perbedaan tanpa kepentingan pribadi. Jangan sia-siakan persahabatan yang dimiliki.

Persahabatan bukan saja masalah dengan siapa kita akan menghabiskan waktu. Tapi ini lebih pada sebuah kebutuhan jiwa. Bahkan perasaan cintapun tak akan muncul tanpa didasari persahabatan. Helen Keller pernah mengucapkan, "lebih baik berjalan dalam gelap bersama seorang sahabat daripada berjalan dalam terang sendirian"


Jangan pernah sepelekan sahabat. Karena temanlah satu saat kita bisa berjaya, dan karena teman pula satu saat kita bisa jatuh. Sahabat atau teman sejati, kata seorang teman adalah mereka dari siapa kita bisa percaya meminjam dan dipinjami uang. Sahabat, kata teman lain, adalah kepada siapa kita bisa menceritakan diri kita yang sesungguhnya. Sahabat adalah tempat curhat, alias curahan hati, tempat kita bisa merasa aman menampilkan "wajah" kita tanpa harus bertopeng. Pun tempat kita bisa merasakan perbedaan tidak menjadi masalah.

Apapun definisinya, persahabatan sejati harus selalu didasari pada rasa saling percaya, saling menghormati, saling mendukung dan penerimaan atas perbedaan dan tanpa kepentingan pribadi. Ada orang begitu pandai bergaul hingga seolah-olah ia memiliki sahabat dimanapun dia berpijak. Tapi nyatanya tak semua orang beruntung. Tak semua orang dengan mudah bisa menjalin persahabatan sejati hingga waktu lama. Sebenarnya mereka ini bukanlah orang yang gagal, karena masih sangat mungkin untuk mencoba lagi. Mungkin mereka hanya terlambat untuk belajar bahwa persahabatan bukanlahlah jual beli. Ketika kepentingan selesai, selesai juga persahabatan.

Dari situs friendship.com tertulis bahwa untuk menemukan sahabat sejati Anda membutuhkan waktu untuk mengujinya. Sadarilah bahwa sahabat karib tidak harus memiliki kesamaan dalam segala hal. Memang dalam beberapa hal Anda membutuhkan persamaan. Misalnya dalam hal minat buku, musik atau film.

Tetapi perbedaan dalam persahabatan sesungguhnya adalah anugerah. Dengan perbedaan Anda akan dapat meluaskan dunia Anda. Untuk itu, jagalah diri Anda dari keinginan untuk menghakimi apapun pilihan teman Anda.

Menjadi teman yang baik juga mesti adu argumentasi sesekali. Sepasang sahabat tak harus terus menerus setuju akan hal yang sama. Meski tak semua orang menyukai kondisi ini, berdasarkan penelitian, adu argumentasi ternyata bisa menyehatkan. Selain bisa menggali pribadi teman Anda, lewat adu argumentasi Anda bisa menambah wawasan dan belajar tentang kesabaran.

Anda harus merasa nyaman berada di sekitar orang yang anda sebut sahabat. Karena tak jarang kita mendengar komentar seperti ini, "Aduh, aku sebenarnya tak suka dengan olok-oloknya tentang aku. Habis bagaimana lagi, dia kan sahabatku sejak SD". Tapi benarkah ini yang disebut sebagai sahabat ?

Seorang teman akan mencintai tanpa syarat. Sesekali mungkin seorang sahabat akan marah. Tapi bukankah kemarahan adalah kondisi psikologis wajar. Seorang sahabat biasanya akan segera melupakan kemarahannya dan memaafkan sesegera mungkin Anda menyadari kesalahan yang terjadi. Jika saat ini Anda sedang marah pada sahabat Anda, ingatlah hal ini. Jangan sampai kemarahan Anda menghapuskan segala kesenangan yang biasanya Anda lalui bersama.

Anda percaya cinta pada pandangan pertama ? Sebenarnya hal ini juga terjadi pada persahabatan. Kita mungkin masih ingat saat kita baru bertemu dengan seseorang.

Perkenalan berjalan biasa saja. Lalu tanpa kita sadari kita terlibat dalam pembicaraan seru dengannya. Lucunya kadang kita merasa topik yang kita bicarakan seolah cuma kita yang tahu. Seolah tak seorangpun di dunia ini yang mengerti apa yang kita bicarakan. Setelah waktu 3 jam percakapan yang "heboh", Anda harus berpisah. Anda kemudian saling bertukar nomer telepon, dan tak sabar untuk berbincang lagi dengannya. Nah, anda baru saja memulai persahabatan lewat pandangan pertama.



Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


TEMAN ADALAH ............  



• Tak memiliki teman, tak adil buat jiwa (Confusius, 551-497 BC, filsuf Cina)
• Nasib memilih hidupmu, kaulah yang memilih temanmu (Jacques Delile 1738-1813, sastrawan Perancis)
• Berkumpullah bersama orang-orang berkualitas baik jika kau menghargai reputasimu, untuk ini lebih baik sendiri daripada ditemani orang-orang yang buruk (George Washington, 1732-1799, Presiden Amerika I)
• Suka dan tak suka adalah hal yang sama, itulah persahabatan sejati (Sallust, 86-334 BC, sejarahwan Roma)
• Seorang teman yang setia sepadan dengan seratus kenalan (Euripides)
• Semua orang bisa simpati pada penderitaan seseorang, tapi dibutuhkan simpati yang alami pada kesuksesan siapapun di dunia (Eleanor Roosevelt)
• Jika kau menghakimi seseorang, kau tak akan punya waktu untuk mencintainya (Mother Teresa)
• Aku tak akan bicara tentang keburukan orang, dan bicaralah tentang kebaikan semua orang (Benjamin Franklin)
• Ketidak beruntungan akan menunjukkan siapa yang bukan teman sejati (Aristoteles)
• Jangan pernah melukai teman, bahkan dalam olok-olok (Cicero)
• Pikirkan kapan kejayaan seseorang dimulai dan berakhir. Dan katakan kejayaanku dimulai ketika aku memiliki teman (William Yeats)
• Duka cita bisa hilang dengan sendirinya, tapi untuk mendapatkan nilai penuhakan kesenangan, kau harus punya seseorang untuk memisahkannya (Mark Twain)
• Cermin terbaik adalah teman lama (George Herbert)
• Apakah teman itu ? Adalah sebuah jiwa dalam dua tubuh (Aristoteles)
• Terlambat sudah untuk belajar, seseorang harus menjaga temannya. Tak hakimi, menerima, percaya hingga akhir masa (John Boyle O'Reilly)
• Teman memiliki semua kesamaan (Plato)
• Tanpa teman, seseorang tak akan hidup meski ia memiliki segalanya (Aristoteles)
• Persahabatan tanpa kepentingan pribadi adalah hal yang langka dan terindah dalam hidup (James Francis Byrnes)
• Sesuatu yang paling indah yang bisa kita alami adalah hal yang misterius,sumbernya adalah seni, ilmu pengetahuan dan persahabatan (Albert Einstein kepada Baron Merenda)
• Segala cinta yang dibangun tanpa dasar persahabatan, bagaikan membangun istana di atas pasir (Ella Wheeler Wilcox)
• Dalam sahabat, kau temukan pribadi kedua (Isabelle nortono
• Tak akan aku lupakan saat bersamamu. Tetaplah jadi sahabatku, seperti kaumenemukan dirimu dalam diriku (Ludwig van Beethoven)
• Berjalan dalam gelap bersama seorang teman, lebih baik daripada berjalan dalam terang sendirian (Helen Keller)
• Komunikasi yang baik bereaksi bagaikan minum kopi, sangat sulit untuk tidur sesudahnya (Anne Morow Lindbergh)
• Pada akhirnya, yang kita ingat bukanlah perkataan musuh kita, melainkan diamnya sahabat kita (Marthin Luther King, JR)


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Perempuan  

Dia yang diambil dari tulang rusuk.
Jika Tuhan mempersatukan dua orang yang berlawanan sifatnya, maka itu akan menjadi saling melengkapi.
Dialah penolongmu yang sepadan, bukan sparing partner yang sepadan.

Ketika pertandingan dimulai, dia tidak berhadapan denganmu untuk melawanmu,tetapi dia akan berada bersamamu untuk berjaga-jaga di belakang saat engkau berada di depan atau segera mengembalikan bola ketika bola itu terlewat olehmu, dialah yang akan menutupi kekuranganmu.


Dia ada untuk melengkapi yang tak ada dalam laki-laki: perasaan, emosi, kelemahlembutan, keluwesan, keindahan, kecantikan, rahim untuk melahirkan,
mengurusi hal-hal sepele... sehingga ketika laki-laki tidak mengerti hal-hal
itu, dialah yang akan menyelesaikan bagiannya... sehingga tanpa kau sadari
ketika kau menjalankan sisa hidupmu... kau menjadi lebih kuat karena kehadirannya di sisimu.

Jika ada makhluk yang sangat bertolak belakang, kontras dengan lelaki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukkan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan. Ia tidak butuh argumentasi hebat dari seorang laki-laki... tetapi ia butuh jaminan rasa aman darinya karena ia ada untuk dilindungi... tidak hanya secara fisik tetapi juga emosi.

Ia tidak tertarik kepada fakta-fakta yang akurat, bahasa yang teliti dan logis yang bisa disampaikan secara detail dari seorang laki-laki, tetapi yang ia butuhkan adalah perhatiannya... kata-kata yang lembut... ungkapan-ungkapan sayang yang sepele... namun baginya sangat berarti...membuatnya aman di dekatmu....

Batu yang keras dapat terkikis habis oleh air yang luwes, sifat laki-laki
yang keras ternetralisir oleh kelembutan perempuan. Rumput yang lembut tidak
mudah tumbang oleh badai dibandingkan dengan pohon yang besar dan rindang...

seperti juga di dalam kelembutannya di situlah terletak kekuatan dan ketahanan yang membuatnya bisa bertahan dalam situasi apapun. Ia lembut bukan untuk diinjak, rumput yang lembut akan dinaungi oleh pohon yang kokoh
dan rindang.

Jika lelaki berpikir tentang perasaan wanita, itu sepersekian dari hidupnya... tetapi jika perempuan berpikir tentang perasaan lelaki, itu akan
menyita seluruh hidupnya... Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk
laki-laki, karena perempuan adalah bagian dari laki-laki... apa yang menjadi
bagian dari hidupnya, akan menjadi bagian dari hidupmu. Keluarganya akan
menjadi keluarga barumu, keluargamu pun akan menjadi keluarganya juga.
Sekalipun ia jauh dari keluarganya, namun ikatan emosi kepada keluarganya
tetap ada karena ia lahir dan dibesarkan di sana.... karena mereka, ia
menjadi seperti sekarang ini.

Perasaannya terhadap keluarganya, akan menjadi bagian dari perasaanmu
juga... karena kau dan dia adalah satu.... dia adalah dirimu yang tak
ada sebelumnya. Ketika pertandingan dimulai, pastikan dia ada di bagian
lapangan yang sama denganmu.


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Seperti apa kita dalam menghadapi tekanan…….????????  

Setiap masa bagi manusia adalah proses untuk menjadi sesuatu…..tergantung sekarang apakah kita mau menjadi seperti apa, karena hidup merupakan pilihan bagi kita…..apakah kita mau menjadi orang yang biasa-biasa saja atau menjadi orang yang bukan standar……



Coba kita bayangin….menjadi orang-orang standar sudah cukup banyak, sehingga akan membuat kita menjadi sulit untuk bersaing dengan orang lain dan akan tergilas oleh system yang sudah ada……tetapi yang dicari adalah menjadi sesuatu yang tidak biasa, contoh kita akan mencari makanan di warung yang sudah pasti kita akan mencari makanan yang lain dari pada makanan yang sudah biasa kita makan….sehingga akan memberikan nuansa baru bagi kita…….

Dalam proses untuk menuju perubahan akan menimbulkan tekanan psikologis bagi seseorang, karena perubahan akan memberikan dampak adaptasi bagi kita untuk menyesuaikan diri….

Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh” (John Gray)

Tekanan itu sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi di kemudian hari. ………biasanya saya, anda,kita………. akan beraeaksi dengan empat tipe dalam menghadapi berbagai tekanan tersebut.


Tipe pertama, tipe bangunan rapuh. Sedikit tekanan saja membuat manusia ini patah arang. Orang macam ini kesehariannya kelihatan bagus. Tapi, rapuh sekali di dalam hatinya. Orang ini gampang sekali mengeluh pada
saat kesulitan terjadi.

Sedikit kesulitan menjumpainya, orang ini langsung mengeluh, merasa tak berdaya, menangis, minta dikasihani atau minta bantuan. Orang ini perlu berlatih berpikiran positif dan berani menghadapi kenyataan hidup.

Majalah Time pernah menyajikan topik generasi kepompong (cacoon generation). Time mengambil contoh di Jepang, di mana banyak orang menjadi sangat lembek karena tidak terbiasa menghadapi kesulitan. Menghadapi orang macam ini, kadang kita harus lebih berani tega. Sesekali mereka perlu belajar dilatih menghadapi kesulitan. Posisikan kita sebagai pendamping mereka.

Tipe kedua, tipe lempeng besi. Orang tipe ini biasanya mampu bertahan dalam tekanan pada awalnya. Namun seperti layaknya besi, ketika situasi menekan itu semakin besar dan kompleks, ia mulai bengkok dan
tidak stabil. Demikian juga orang-orang tipe ini. Mereka mampu menghadapi tekanan, tetapi tidak dalam kondisi berlarut-larut.

Tambahan tekanan sedikit saja, membuat mereka menyerah dan putus asa. Untungnya, orang tipe ini masih mau mencoba bertahan sebelum akhirnya menyerah. Tipe lempeng besi memang masih belum terlatih. Tapi, kalau
mau berusaha, orang ini akan mampu membangun kesuksesan dalam hidupnya.

Tipe ketiga, tipe kapas. Tipe ini cukup lentur dalam menghadapi tekanan. Saat tekanan tiba, orang mampu bersikap fleksibel. Cobalah Anda menekan sebongkah kapas. Ia akan mengikuti tekanan yang terjadi.
Ia mampu menyesuaikan saat terjadi tekanan. Tapi, setelah berlalu, dengan cepat ia bisa kembali ke keadaan semula. Ia bisa segera melupakan masa lalu dan mulai kembali ke titik awal untuk memulai lagi.

Tipe keempat, tipe manusia bola pingpong. Inilah tipe yang ideal dan terhebat. Jangan sekali-kali menyuguhkan tekanan pada orang-orang ini karena tekanan justru akan membuat mereka bekerja lebih giat, lebih termotivasi, dan lebih kreatif. Coba perhatikan bola pingpong. Saat ditekan, justru ia memantuk ke atas dengan lebih dahsyat. Saya teringat kisah hidup motivator dunia Anthony Robbins dalam salah satu biografinya.

Untuk memotivasi dirinya, ia sengaja membeli suatu bangunan mewah, sementara uangnya tidak memadai. Tapi, justru tekanan keuangan inilah yang membuat dirinya semakin kreatif dan tertantang mencapai tingkat
finansial yang diharapkannya. Hal ini pernah terjadi dengan seorang kepala regional sales yang performance- nya bagus sekali.

Bangun network

Tetapi, hasilnya ini membuat atasannya tidak suka. Akibatnya, justru dengan sengaja atasannya yang kurang suka kepadanya memindahkannya ke daerah yang lebih parah kondisinya. Tetapi, bukannya mengeluh seperti
rekan sebelumnya di daerah tersebut. Malahan, ia berusaha membangun netwok, mengubah cara kerja, dan membereskan organisasi. Di tahun kedua di daerah tersebut, justru tempatnya berhasil masuk dalam daerah tiga top sales.

Contoh lain adalah novelis dunia Fyodor Mikhailovich Dostoevsky. Pada musim dingin, ia meringkuk di dalam penjara dengan deraan angin dingin, lantai penuh kotoran seinci tebalnya, dan kerja paksa tiap hari. Ia mirip ikan herring dalam kaleng. Namun, Siberia yang beku tidak berhasil membungkam kreativitasnya.

Dari sanalah ia melahirkan karya-karya tulis besar, seperti The Double dan Notes of The Dead. Ia menjadi sastrawan dunia. Hal ini juga dialami Ho Chi Minh. Orang Vietnam yang biasa dipanggil Paman Ho
ini harus meringkuk dalam penjara. Tapi, penjara tidaklah membuat dirinya patah arang. Ia berjuang dengan puisi-puisi yang ia tulis. A Comrade Paper Blanket menjadi buah karya kondangnya.

Nah, itu hanya contoh kecil. Yang penting sekarang adalah Anda. Ketika Anda menghadapi kesulitan, seperti apakah diri Anda? Bagaimana reaksi Anda? Tidak menjadi persoalan di mana Anda saat ini.

Tetapi, yang penting bergeraklah dari level tipe kayu rapuh ke tipe selanjutnya. Hingga akhirnya, bangun mental Anda hingga ke level bola pingpong. Saat itulah, kesulitan dan tantangan tidak lagi menjadi
suatu yang mencemaskan untuk Anda. Sekuat itukah mental Anda?

sumber: http://www.motivasi.web.id/?p=80#more-80


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


VISI, BUKAN ILUSI  

Hari ini kayaknya Ada bacaan bagus nie........

Hal utama yang kita perlukan adalah kebenaran (truth). Kebenaran - pemahaman yang jernih dan memadai atas kenyataan - merupakan kunci keberhasilan organisasi, team, hubungan, dan karier. Dalam kenyataannya, titik pangkal dari semua pencapaian adalah komitmen tanpa "reserve" pada kebenaran - kebenaran mengenai siapakah iri kita, dimanakah kita sedang berada, kemanakah pasar sedang menuju, apa yang diinginkan oleh konsumen kita, apakah kompentensi dasar kita, apakah keterbatasan kompetensi kita (dan apakah orang lain bersedia membantu kita), dan apa yang sedang dipikirkanoleh karyawan kita.


Musuh dari kebenaran adalah ilusi. Ilusi muncul saat anda menganggap sesuatu itu benar; padahal tidak benar sama sekali atau hanya sebagian benar. Seringkali - bahkan selalu - berhubungan dengan harapan kita yang keliru. Hanya dengan melihat secara jernih dan menyingkirkan ilusi-ilusi, khususnya ilusi yang fatal, akan memungkinkan anda meraih tujuan-tujuan organisasi, karier dan hidup anda. Namun, celakanya, adalah gampang berpegang pada ilusi. Sedangkan berusaha memecahkan ilusi dan memiliki keberanian untuk melakukannya sangat sulit.

Beberapa ilusi tidaklah berbahaya. Ia hanya mengganggu anda di area yang kecil dalam hidup dan organisasi anda. Seperti misal: "Saya akan bahagia bila saya mendapatkan posisi itu", atau "dengan pakaian ini, orang-orang di kantor akan menghormati saya." Beberapa iSedangkan di bidang organisasi, contoh ilusi yang tidak berbahaya adalah, "membatalkan perayaan perusahaan tidaklah menurunkan moral karyawan", atau "jam karet adalah kebiasaan."

Beberapa ilusi lain cukup berbahaya. Ia akan mengganggu efektifitas usaha anda dalam mencapai goal, meski anda masih tetap dapat meraih beberapa keberhasilan. Ilusi semacam ini mengaburkan karier dan hidup anda. Misal, "belajar tidaklah terlalu penting", atau "jangan khawatir, kita masih bisa melakukan sesuatu atas konsekuensi dari keputusan ini." Pada organisasi, anda masih bisa menjalankan organisasi dengan ilusi semacam ini, seperti isal, "bila saya bisa mengukur kemungkinan itu, saya bisa memanaje-nya", atau "Manajemen itu logis, kita masih tetap bisa mencapai tujuan kita dengan kelemahan-kelemahan ini."

Tipe yang paling buruk dari ilusi adalah ilusi yang fatal, yang cepat atau lambat akan mengakibatkan kehancuran anda. Seperti misal, kehilangan pasar dan pelanggan, penurunan penjualan dan laba dan persolan-persoalan pribadi yang serius. Berikut adalah delapan jenis ilusi yang bila anda memiliki satu saja akan berakibat fatal pada usaha anda. Sedangkan bila anda memiliki dua atau lebih akan menyebabkan kematian usaha.

1--Ilusi Visi
Pendapat "pernyataan misi berarti kita tahu siapakah diri kita" adalah ilusi visi. Padahal, pada kenyataannya, sebagian besar dari pernyataan visi dan misi tidak dipakai sama sekali. Kita jangan mengacaukan visi dengan pernyataan visi. Visi adalah mimpi atau gambaran tentang masa depan yang menuntun kita ke masa depan, bukannya merenggut kita dari masa depan. Pernyataan visi adalah usaha untuk menangkap visi tersebut dalam bentuk kata-kata. Dengan demikian pernyataan visi dapat memunculkan sebuah ilusi. Pernyataan dalam bentuk kata-kata dapat mengaburkan harapan. Bila anda ingin visi anda mempunyai arti penting, daripada mengeluarkan pernyataan visi, mintalah masukan dan keterlibatan karyawan anda dalam organisasi lalu bekerja keras bersama untuk meraihnya. Visi anda harus berkaitan dengan hati dan mimpi dari karyawan anda. Bila ini terjadi, anda memajukan organisasi anda 80% atau lebih.


2--Ilusi Prioritas
Ilusi ini sering dimulai dengan pemikiran bahwa orang lain akan menyusunkan prioritas untuk anda. Pada tingkat organisasi, anda mungkin berilusi bahwa pasar akan membuatkan prioritas-prioritas anda. Padahal, pasar mungkin tidak tahu sama sekali prioritas apa yang inign anda raih, khususnya saat anda sedang berusaha menggali penemuan-penemuan baru di bidang produk dan jasa. Pada tingkat individu, anda mungkin berilusi bahwa anda menunggu manajemen menyiapkan jalan bagi anda. Padahal organisasi seringkali tdak tahu apa yang menjadi keinginan anda, lalu bagaimana mereka bisa menunjukkannya untuk anda. Salah satu prioritas terpenting organisasi adalah memantabkan secara jelas siapakah diri anda dan apakah yang tidak ingin anda lakukan. Sungguh keliru bila anda percaya bahwa hanya karena anda dapat melakukan sesuatu hal dengan baik, maka anda dapat sama baiknya melakukan hal lain yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan hal tersebut. Efektifitas menuntut anda untuk memusatkan perhatian pada hasil.

3--Ilusi Kualitas
Salah satu ilusi terbesar dalam konsep mengenai kualitas adalah bahwa kualitas diukur dari perspektif negatif, misal, jumlah cacat produk, jumlah kesalahan, jumlah keluhan konsumen. Padahal, esensi kualitas adalah hasil positif apakah yang bisa diraih. Kita menipu diri sendiri bila membuat sebuah keputusan hanya dengan berdasarkan data atau contoh kecil atau kesan yang keliru. Barangkali itu disebabkan karena kita percaya bahwa orang lebih suka menghindari penderitaan ketimbang meraih keberhasilan. Sehingga kita lebih shuka memusatkan perhatian pada sisi negatif daripada sisi positif. Ingatlah, kualitas adalah atribut positif, maka bicaralah, ukurlah dan sampaikanlah dengan istilah-istilah positif. Ukurlah keberhasilan daripada kegagalan, apa yang tercapai bukan apa yang terlewati, kemenangan bukan kekalahan.

4--Ilusi Perubahan
Satu aspek ilusi atas perubahan adalah bahwa perubahan itu buruk. Sebenarnya, perubahan itu tidak baik dan tidak buruk. Semua perubahan adalah buruk jika kita mengabaikannya dan terlindas olehnya. Dan, semua perubahan dapat menjadi baik jika kita siap menghadapinya dan mengeksploitasinya. Ilusi lain adalah pendapat bahwa anda dapat memanajen perubahan. Dapatkah anda mengusahakan sebuah perubahan dan memperhitungkan apa yang akan anda lakukan padanya? Ya! Dapatkah anda mengambil inisiatif saat anda melihat sebuah kesempatan? Tentu saja.Tetapi, untuk memanajenya? Tak mungkin. Langkah paling kritis untuk mengikis ilusi tersebut adalah dengan mengembangkan orientasi positif pada organisasi anda terhadap perubahan. Semua perubahan eksternal, tak peduli betapa pun buruknya, memberikan kesempatan. Sedangkan perubahan internal, bagaimana pun beratnya, merupakan kesempatan untuk bertahan hidup dan tumbuh. Kita biasanya tidak menyukai perubahan, tetapi pada
umumnya menyukai mimpi.

5--Ilusi Perbandingan
Perbandingan merupakan sumber ilusi yang tak pernah habis. Sepanjang anda tampak bisa melakukan sesuatunya lebih baik dari orang lain, anda merasa pasti telah melakukannya dengan baik, karenanya anda tak perlu berubah. Bahkan metode benchmarking dapat menyuburkan ilusi ini, meskipun target perusahaan mungkin ternyata lebih rendah daripada yang diinginkan pasar, atau mereka melakukannya dengan keliru. Mengapa muncul ide bahwa membandingkan kita dengan orang lain merupakan langkah sukses dalam menjalankan usaha? Ada satu jawaban yang mungkin, yaitu: rasa takut tertinggal di belakang sehingga banyak orang merasa perlu secara terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain. Daripada membandingkan diri kita dengan standar praktis industri (atau bahkan dengan mereka yang terbaik), semestinya kita senantiasa bertanya pada diri sendiri, "apa yang bisa kita lakukan lebih baik dari siapa pun?" Para pemimpin perlu menyebarluaskan ide bahwa agar dapat melakukan
terobosan dan memiliki keuntungan kompetitif, kita harus melakukan sesuatu dengan dramatis, bukan dengan membandingkan. Pompalah keberanian karyawan anda untuk menjadi berbeda.

6--Ilusi Manusia
Bila anda percaya bahwa semua orang pada dasarnya baik dan memiliki potensi, anda dapat terjerumus pada jurang organisasi. Anda berilusi bahwa dengan memberikan lingkungan yang lebih baik, lebih memberdayakan orang, dapat memuaskan karyawan. Tapi, bila tidak ada kesesuaian antara orang dengan tugas maka anda akan mengalami kekecewaan. Pada jangka panjang, tidak seorang pun dapat sukses bila pekerjaannya tidak sesuai dengan harapannya. Mengapa terjadi ilusi yang demikian? Dalam budaya yang menekankan pada kemampuan intelektual, kita melakukan kekeliruan bila hanya bertanya apa yang diketahui oleh karyawan, karena pertanyaan yang lebih penting adalah bagaimana mereka berpikir.

7--Ilusi Keterbukaan
Karena informasi adalah kekuatan, orang dapat menggunakannya untuk mengendalikan jalannya organisasi. Mengapa anda ingin menumpuk sekian banyak informasi? Apakah dengan demikian anda menggenggam kekuatan? Padahal sesungguhnya sangat sulit bagi anda untuk mengendalikan adaan dunia yang cepat berubah ini. Persoalan bukanlah bagaimana anda mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya namun bagaimana anda membaginya, dan memilah-milah informasi mana yang patut dibagi di saat yang tepat dan pada orang yang tepat pula. Keterbukaan dengan karyawan akan menumbuhkan kepercayaan, inspirasi, mengembangkan kemampuan mereka untuk tumbuh dan memompa keberanian karyawan untuk mendukung orang lain pula.

8--Ilusi Insentif
Ilusi ini dimulai dari sebuah mitos terbesar manajemen, yaitu "manajer dapat memotivasi karyawan". Kenyataannya, manajer tidak dapat memotuvasi karyawan. Penulis buku "Super Motivation", Dean R. Spitzer menulis bahwa "saat kinerja tinggi tercapai, motivasi harus datang dari dalam diri; bukan dari luar." Bila anda mengkhayal bahwa anda dapat memotivasi orang, anda akan terperangkap pada hambatan yang tidak perlu: yaitu bahwa anda, bukan karyawan anda, bertanggung jawab atas motivasi dan moral karyawan. Ini tidak benar. Cara untuk mengikis ilusi ini adalah dengan menanyakan pada karyawan anda apa yang dapat dilakukan untuk membuka pintu motivasi dirinya sendiri. Pahami apa yang dicari oleh karyawan anda dan bagaimana anda dapat menanggapinya dengan baik.

Kenyataan tidak hadir dengan siap pakai atau tidak dapat diubah sama sekali. Anda menciptakan kenyataan masa depan lewat keputusan anda sekarang. Kalau keputusan anda didasari pada ilusi, anda membangun rumah kertas yang hancur hanya dengan sekali sentuh. Semakin besar ilusi, semakin besar kehancuran. Jadi, obat mujarabnya adalah kebenaran.

(diadaptasi dari "Vision, not Illusion", World Executive's Digest. Ringkasan dari buku "Fatal Illusions", James R., Lucas)


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


HOW FAR YOU WOULD GO FOR THE ONE YOU LOVE"  

Sebutlah ada sepasang newly married couple....Jim
dan Ann.
Jim dan Ann sangat miskin..mereka kerja apa saja
yang mereka bisa kerjakan
asalkan mereka bisa hidup. namun, above all
else...mereka sangat saling
menyayangi. Saking sayangnya, they can even feed on
love...ketika mereka
tidak punya uang lagi untuk makan malam...


Jim memiliki sebuah jam saku kesayangan. He loves
this pocket watch more
than anything in the world. Dari semua barang yang
pernah digadaikan...ini
yang paling dia simpan..dan takkan pernah
melepasnya. Ann tahu ttg
ini....dan memakluminya...jam itu adl pemberian
kakek jim.

Ann has the most beautiful hair in the
world....Rambutnya sangat indah. Dia
merawatnya dengan baik. Adalah benar bahwa mahkota
wanita adl rambutnya.
Begitu mempesona sehingga hal pertama yang membuat
Jim naksir dahulu kala
melihat keindahan rambutnya. Ann sangat menjaga
rambutnya. Katanya,
tampangku sudah jelek....inilah yang setidaknya aku
bisa rawat.

Rambut, tutur Jim, mencerminkan kepribadian, krn
rambut sangat rapuh. Siapa
yang mampu memeliharanya berarti dia telaten...itu
pikir Jim ketika dia
memutuskan u/ meminang Ann dulu.

Tiba saatnya ulang tahun pernikahan mereka yang
pertama. Jim dan Ann
masing-masing sangat bingung...penghalang utama
mereka dari membelikan kado
terindah hanyalah uang. Mereka ngga punya sepeser
pun. Namun, entah mengapa,
masing-maing merasa ingin memberi yang terbaik....

Sepulang mereka bekerja...(mereka kerja terpisah dan
tiap hari bertemu di
rumah) mereka sengaja tidak pulang dulu... Jim
memutuskan untuk menjual jam
saku kesayangannya....krn kado yang akan dia beli
amat mahal, meski pun
kecil bentuknya....maka pergilah dia ke pegadaian
dan ke toko membeli kado
itu...

Ann....memutuskan untuk menjual rambutnya....di luar
negeri...rambut cukup
laku untuk dijual. Krn rambut asli banyak dibutuhkan
dalam industri
pembuatan wig.... Ini lah satu-satunya cara yang
halal yang dia bisa
lakukan, krn kado untuk Jim harganya amat
mahal...namun dia yakin bahwa kado
ini sangat berarti bagi Jim.

Mereka masing-masing pulang dan bertemu di rumah....
Jim sangat kaget...shock setengah mati melihat
istrinya cepak......jim
bertanya : "Sayang...kenapa kamu cukur rambut
kamu?...."
"jim, aku mencukur rambut, agar bisa membelikan mu
ini.."
Disodorkan sebuah kado...dan dibukanya....
Ternyata kado untuk Jim adl sebuah rantai jam yang
matching dengan jam
sakunya.... Jim menangis tersedu-sedu....bahagia dan
sedih di saat yang
sama... ann bertanya...kenapa kamu sedih?...kamu
nggak suka dengan
kadonya?....
I thought rantai ini bakal sangat serasi dengan jam
kamu yang sangat kamu
sayang itu.....

"iya..serasi sekali.......tapi...." "tapi apa...?"
Jam itu sudah aku
jual...karena aku ingin membelikanmu....barang ini
mahal sekali, tapi kamu
sangat patut mendapatkannya, aku tidak tega
memberikan kamu yang murahan..."
disodorkannya kado untuk Ann...

Ann membukanya....dan menangis....sambil
tersenyum...
Kado dari Jim adalah sebuah jepit rambut....

Inti dari cerita ini bukanlah materi....inti dari
cerita ini adl....
Kita tidak akan pernah mampu mengukur cinta pasangan
kita terhadap kita.
Kita memberikan mereka cinta yang kita kira sudah
besar....percaya
deh...cinta itu akan berbalas dengan jumlah yang
jauh lebih besar. dan itu
akan kita balas lagi...dan
seterusnya-seterusnya..seterusnya....

"HOW FAR YOU WOULD GO FOR THE ONE YOU LOVE"


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


CINTA ADALAH...........................................  

Pria dan Wanita yang belum pernah mencintai, tidak akan bisa menjadi dirinya sendiri. Cinta adalah kehidupan......Kehilangan cinta sama halnya dengan kehilangan kehidupan. Setiap hubungan yang terjalin antara kita dan orang lain mencerminkan hubungan kita dengan diri sendiri. Mencintai diri sendiri adalah awal dari kisah sepanjang usia. Bukan penampilan yang akan membuat kita mencintai atau menyukai seseorang. Kebahagiaan tidak bisa datang dari luar, melainkan harus dari dalam. Kita adalah pahlawan dalam cerita kita sendiri Luka - luka psikis yang disebabkan oleh keyakinan bahwa diri kita buruk, akan meninggalkan bekas permanen pada kepribadian kita.


Cinta adalah menemukan diri sendiri di dalam diri orang lain, dan merasa bahagia dengan penemuan itu. Jatuh cinta sebenarnya hanya berarti membuka imajinasi dan menyisihkan akal sehat. Cinta yang kita berikan adalah juga cinta yang kita simpan, yang selama ini masih terpendam. Rasa percaya membuat kita sanggup menumpahkan perasaan - perasaan dan rasa takut kita yang paling dalam kepada pasangan kita, sebab kita tahu semua curahan perasaan itu akan ditanggapi dengan rasa sayang dan peduli. Penghargaan untuk cinta adalah cinta itu sendiri. Air mata bisa berhenti mengalir, tapi hati tidak akan pernah. Cinta bukan seperti sumber air yang kering, melainkan lebih seperti mata air alami, semakin panjang dan jauh alirannya, semakin kuat, dalam, dan jernih kualitasnya.

Kita selalu takut untuk memulai sesuatu yang ingin kita jalani dengan bagus, tulus, dan serius. Sungguh malang dia yang semasa muda belum belajar mencintai, menyimpan harapan dan mempercayakan diri pada kehidupan. Cinta adalah permainan yang bisa dimainkan dan dimenangkan oleh kedua belah pihak. Cinta akan terjadi begitu saja. Kita tidak perlu melakukan apa - apa. Selalu ada yang pertama kali. Segalanya : Cinta adalah bagian dari diri kita. Seringkali mencintai sesuatu merupakan satu - satunya tempat untuk memulai, untuk membuat hidup ini menjadi milik kita sendiri. Manusia pasti membuat kesalahan; itulah kehidupan. Tapi mencintai tidak pernah merupakan kesalahan.

Cinta bisa menyembuhkan baik terhadap si pemberi maupun si penerima. Cinta bukanlah apa yang menjadikan kita, tapi apa yang sudah ada dalam diri kita sendiri.

Cinta selalu hadir, tinggal kita bisa merasakannya atau tidak. Keberanian bukan berarti tidak punya rasa takut melainkan berani bertindak walau merasa takut. Mencintai berarti berani memeprtaruhkan hati. Kita hanya bisa belajar mencintai dengan mencintai. Bagi mereka yang sangat jatuh cinta, seluruh dunia terasa tersenyum. Tidak ada undangan yang lebih besar untuk mencintai selain mencintai terlebih dahulu. Lebih baik pernah mencintai dan kehilangan daripada tidak pernah sama sekali. Cinta bukanlah apa yang kita rasakan, tetapi apa yang kita lakukan. Kita mendefinisikan cinta sebagai perasaan bahagia kalau kita berada di dekat orang satunya, dan kita yakin akan nilai serta perkembangan orang itu, seperti yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Mencintai dan menang adalah hal paling indah. Mencintai dan kalah, yang kedua terindah. Tak ada orang yang pernah mencintai siapa pun dengan cara yang diinginkan setiap orang.

Lawan dari cinta bukanlah benci, melainkan tak peduli. Dan lawan dari kehidupan bukanlah kematian, melainkan ketidak pedulian. Bukan kisah cinta yang penting melainkan kemampuan untuk mencintai. Sangat mengherankan, betapa banyak perubahan perasaan yang bisa terjadi dalam setiap harinya. Cinta yang layak disebut cinta hanyalah cinta yang tanpa syarat. Cinta tidak bisa dinilai dengan harga. Ia baru bisa disebut cinta kalau diberikan dengan bebas. Titik balik dalam proses menuju kedewasaan adalah saat kita menemukan dalam diri kita kekuatan inti yang bisa mengatasi semua rasa sakit. Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah keyakinan bahwa kita dicintai-dicintai karena diri kita apa adanya atau lebih lagi, dicintai walaupun seperti kita apa adanya. Hal - hal paling baik dan paling indah di dunia ini tidak bisa disentuh namun bisa dirasakan dalam hati. Ingatlah untuk selalu ramah. Ingatlah untuk selalu penuh cinta. Ingatlah untuk menikamti segala perasaan yang ada dan untuk memperhatikan diri kita sendiri. Tapi yang terutama, ingatlah untuk berbahagia.

Kalah dalam cinta sama halnya dengan kalah main catur, semakin banyak bermain, semakin banyak yang dipelajari. Penegasan tentang kehidupan seseorang - kebahagiaan pertumbuhan, kebebasan - berakar pada kapasitas orang yang bersangkutan untuk mencintai. Orang yang mencintai tidak perlu sempurna, cukup menjadi manusia biasa. Apa yang tidak membuatku mati, menajadikanku lebih kuat. Saat satu pintu tertutup, pintu lain terbuka, tapi sering kali kita menatap pintu yang tertutup itu begitu lama dan dengan penuh sesal, hingga kita tidak melihat pintu yang telah terbuka untuk kita.


Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


CINTA TAK BUTUH ALASAN  

Adakah alasan bagi kita untuk tidak berbuat baik bagi orang lain? Bahkan untuk berbuat baik, kita tak memerlukan sebuah alasan apa pun. Karena cinta pada sesama tidak membutuhkan pertimbangan, apalagi kalkulasi untung dan rugi. Kasih sayang semestinya mengalir begitu saja, seperti air dari mata air yang berbondong-bondong terjun ke lautan.



Bahkan kita ini bagai ikan kapas yang berenang-renang dalam samudra cinta. Kita terselimuti cinta. Kita terbasahi cinta. Tarikan dan hembusan nafas adalah air cinta. Sayang, sebuah kasih tak selalu begitu saja memancar dari diri kita.

Sebuah cinta tak gampang terserap oleh diri kita. Acapkali kita bentengi diri dengan pikiran yang berusaha membenarkan dan mencari-cari alasan di balik semua anugerah yang ada ini. Seringkali pikiran menjadi batu penghambat gemericik air itu: pikiran yang penuh pamrih dan prasangka.

Wallahu'alam bish showab

Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


8 KADO TERBAIK UNTUK MU...................................................  

Aneka kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa menghadiahkannya setiap saat dan tak perlu membeli!.................
Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah yang tak ternilai bagi orang-orang yang Anda sayangi.



1. KEHADIRAN

Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat, telepon, foto atau faks. Namun dengan berada disampingnya Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagian.

2. MENDENGAR

Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab, kebanyakan orang lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama diketehui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya. Ini memudahkan Anda memberi tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.

3. D I A M

Seperti kata-kata, didalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya. Diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya "ruang". Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik
bahkan mengomeli.

4. KEBEBASAN

Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Maknakebebasan bukanlah, " Kau bebas berbuat semaumu." Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

5. KEINDAHAN

Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap hari! Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana dirumah. Vas dan bunga segar cantik di
ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.

6. TANGGAPAN POSITIF

Tanpa, sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu
terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf ), adalah kado cinta yang sering terlupakan.

7. KESEDIAAN MENGALAH

Tidak semua masalah layak menjai bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado "kesediaan mengalah" Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia telat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut ? Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna didunia ini

8. SENYUMAN

Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputus asaan. pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi ?

jadi....
berikan kado yang terbaik bagi orang yang anda sayangi......

Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Etiology of common childhood acute lymphoblastic leukemia: the adrenal hypothesis  

Thursday, January 1, 2009

Abstract

The pattern of infections in the first years of life modulates our immune system, and a low incidence of infections has been linked to an increased risk of common childhood acute lymphoblastic leukemia (ALL). We here present a new interpretation of these observations - the adrenal hypothesis - that proposes that the risk of childhood ALL is reduced when early childhood infections induce qualitative and quantitative changes in the hypothalamus–pituitary–adrenal axis that increase plasma cortisol levels. This may directly eliminate leukemic cells as well as preleukemic cells for the ALL subsets that dominate in the first 5–7 years of life and may furthermore suppress the Th1-dominated proinflammatory response to infections, and thus lower the proliferative stress on pre-existing preleukemic cells.
Keywords:

acute lymphoblastic leukemia, etiology, infections, immune system, cortisol, adrenal




Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most common childhood cancer in Europe and the United States with an annual incidence of 3.0–3.5 per 100 000 children 0–14.9 years of age.1 Only a small proportion of cases can be attributed to genetic predisposition such as Down syndrome or ataxia telangiectasia, and siblings of children with ALL do not seem to have a significantly increased risk of ALL.2 In contrast, considerable temporal and geographical variation in childhood ALL incidence is believed to reflect a correlation with the level of socioeconomic development suggesting a significant role for environmental factors in the pathogenesis of ALL.3, 4

There is strong epidemiological evidence that infections in the first years of life influence the risk of common childhood ALL. Different scenarios have been offered to explain this association, but the biological mechanisms underlying it remain to be established.5 Here we propose a novel hypothesis—the adrenal hypothesis—that proposes that the risk of childhood ALL is reduced with increasing infectious disease pressure in early life, as such infections raise plasma cortisol levels and thus eliminate leukemic cells as well as the preleukemic cells for the ALL subsets that dominate in the 2–5 years age incidence peak group. The adrenal hypothesis emerges from the following observations:

1. The ALL incidence shows a peak before 5 years of age, which is far more prominent in developed countries than in less affluent countries.
2. In Western industrialized countries, 80% of B-lineage ALL cases, which constitute the age-related incidence peak, harbor either an ETV6/RUNX1 translocation or a high-hyperdiploid leukemic clone. Both these subsets are frequently initiated prenatally and have an extended preleukemic phase.
3. One percentage of healthy newborns harbor translocation t(12;21)[ETV6/RUNX1]-positive cord blood cells, that is 100-fold their risk of developing ETV6/RUNX1-positive ALL. Thus, the kinetics of disappearance of such 'preleukemic' cells in the first 1–2 years of life could influence the subsequent risk of ALL.
4. Glucocorticosteroids (GCs) are among the most effective antileukemic agents. The ALL cases that occur in early childhood are especially sensitive to GC.
5. Adrenocorticotropic hormone (ACTH) therapy can induce cortisol levels, which leads to morphological remission in ALL.
6. During infection-induced stress, the ACTH response may increase cortisol secretion to levels that are equipotent to the GC levels obtained with GC-based antileukemic therapy.
7. Severe infections may induce morphological remission in childhood ALL.
8. Daycare attendance significantly increases the risk of infections and is associated with reduced risk of childhood ALL.
9. In developing countries, both the high burden of severe infections and malnutrition may contribute to a reduced occurrence of childhood ALL, as it increases both the cortisol secretion during infections and the cellular response to cortisol.

Childhood ALL, of which 90% are of B-lineage, is roughly composed of the following subgroups:

1. ALL in infancy, which frequently involves translocations of the MLL gene on chromosome region 11q2.3 and has a poor prognosis.6
2. An ALL incidence peak group that occurs between 2 and 7 years of age, of which 80% in developed countries harbor either of two mutations: a chromosomal translocation t(12;21)(p13;q22)[RUNX1/ETV6] or a high-hyperdiploid karyotype (greater than or equal to51 chromosomes).7 Both these subsets have a high cure rate with low to moderately intensive GC-/vincristine-/antimetabolite-based chemotherapy. Epidemiologically, this incidence peak is either absent or far less pronounced in the developing world.
3. A biologically heterogeneous group that includes T-cell ALL, cases with translocations t(9;22) and t(1;19), AML1 amplification, dic(9;20), hypodiploid ALL and numerous other recurrent leukemic mutations. This group lacks a prominent age incidence peak, and the relapse rate is generally high with GC-/vincristine-/antimetabolite-based chemotherapy.1, 7

No study clearly supports that underreporting and misdiagnosis explain the lower registered incidence of childhood ALL in developing countries, compared to that in Europe and the United States.3 In contrast, the available register-based data on ALL incidences by country and age group support that the incidence of ALL among children below 5 years of age is truly reduced with lower standards of living. Thus, the incidence of ALL is inversely related to the all-cause child mortality before the age of 5 years, which is a reliable marker for the standards of living (Table 1).4, 8 This inverse relationship is strongest for the leukemias in the 0–4 year age group, more moderate for ALL incidence in children 5–9 years and least so for the incidence of ALL in children above 10 years of age (Figure 1). As a result, the ratio of the ALL incidence in the 0–4 year versus the 10–14 year age group is strongly correlated to the all-cause child mortality before the age of 5 years (rS=-0.63, P<0.001) (Figure 2). Thus, the combined proportions of high-hyperdiploid and ETV6/RUNX1 translocation-positive cases appear to be lower in developing countries than in Europe and the United States. Consequently, the relative frequency of other subsets such as T-lineage ALL is higher in developing than in developed countries.9 Accordingly, a country like Ecuador may have an overall ALL incidence rate that is as high as that in the Nordic countries (around 40 per 1 000 000 children per year), but the ratio of ALL among the 0–4 year versus the 10–14 year age group is twofold higher in the Nordic countries than in Ecuador (Table 1).

The natural history of ETV6/RUNX1-translocated ALL has been studied extensively. The majority of such cases, as well as high-hyperdiploid ALL, seem to arise as a consequence of a two (or more)-hit process,10 where at least the first hit occurs in utero.11 Thus, chimeric genes or clonal immune gene rearrangements have been demonstrated in Guthrie cards from children who later developed ALL.11, 12, 13, 14, 15, 16 It is worth noting that ETV6/RUNX1 translocations have also been demonstrated by reverse transcription-PCR in approximately 1% of healthy newborns at a level of 10-3–10-4 cells17 and in 1% of healthy blood donors, although at a two-log lower frequency.18 Accordingly, the risk of common ALL in the 2–5 year age group is likely to reflect both the persistence and level of preleukemic cells in the child and the risk of these being affected by further leukemogenic mutations. Less is known of the preleukemic (subclinical) phase for other subsets of childhood ALL, but Guthrie card and twin/triplet studies indicate that t(1;19)(q23;p13)[E2A-PBX1] translocation-positive cases and T-lineage ALL in general are initiated postnatally.19, 20, 21

GCs are among the most important and effective inducers of apoptosis in normal and malignant lymphoblasts both in vitro and in vivo.22, 23 As monotherapy, both prednisolone and prednisone, which after absorption rapidly is converted to prednisolone, can induce morphological remission. In combination with vincristine, remission is obtained in 85% or more of all children with ALL. The profound GC sensitivity of common childhood ALL is illustrated by the four-log reduction in the leukemia burden in the bone marrow during a 4-week GC-containing induction therapy (=daily leukemic reduction of approximately 30% (0.728)).24

In the early 1950s, ACTH was shown to be effective in childhood ALL, which probably reflects that high plasma cortisol levels can induce morphological remission in a large proportion of childhood ALL.25

During infections, otherwise healthy as well as malnourished individuals may experience high ACTH-induced plasma cortisol levels.26, 27, 28, 29, 30, 31 During severe infection, these levels may be equivalent to prednisolone concentrations following a single dose of 20 mg/m2 in children with ALL. Here, the median peak level is 221 ng/ml, which corresponds to 613 nM prednisolone or 2453 nM cortisol, given an equipotency of 1:4.32 Furthermore, during infections, high cortisol concentrations can be maintained for several days in contrast to the transient concentration peaks following antileukemic prednisolone treatment.33

Not only may the cortisol secretion during infections rise to antileukemic treatment levels, but before the widespread availability of effective antileukemic therapy during the last decades, there were many reports of children with lymphoblastic leukemia who went into complete morphological remission following severe infections.34, 35, 36

By analogy, we speculate that infections and high cortisol levels accompanying infections could also eliminate preleukemic cells. In accordance with this, many, although not all, studies have shown a protective effect of preschool daycare attendance, which can be regarded as a surrogate marker for the burden of childhood infections.5, 37 Several previous reports have been hampered by their patient selection or risk of recall biases, but two recent and large childcare studies less prone to these sources of error have both shown a reduction in the risk of childhood ALL in the range of 40%.38, 39 So far unexplained, a recent British study has indicated that very early infections during infancy may occasionally increase the risk of ALL.40 During this early period of life, the circadian hypothalamus–pituitary–adrenal axis is still immature, and the data indicate that the impact of infections on the risk of ALL could depend on the time frame of the development of the immune system.41, 42

As the standards of living improve, some of the most significant health changes in early childhood are the access to clean water, the reduction in household size and sufficient nutrition. These factors can influence the risk of infections, the basic level and intermittent rises in endogenous cortisol, and the cellular response to cortisol. Compared to that of well-nourished children, those who are malnourished elicit a Th2-dominated response during stress, and both their basic cortisol and their rise in plasma cortisol are enhanced.27 Furthermore, the amount of GC–receptor complex that reaches the nucleus and mediates the GC response is increased in malnourished children, even if the cytoplasmatic membrane GC–receptor levels do not differ from those of well-nourished controls.27

Alexander Kinlen43 and Mel Greaves44 have presented the two most prominent hypotheses for the association between childhood infections and risk of childhood ALL.43, 44 According to Kinlen's43 population mixing hypothesis, the childhood ALL incidence increases both among the immigrants into a geographical region and among the region's original residents as a result of exposure to previously unencountered infections, which leads to lymphoproliferative stress.43 As an alternative, although compatible with the population mixing hypothesis, Mel Greaves'44 two-hit or delayed infections hypothesis proposes that common childhood ALL arises as a consequence of at least two independent mutations. One of these arises in utero, and if the children experience limited exposures to bacterial and viral infections in the first year of life, the risk of subsequent mutation(s) that lead to ALL will increase, as the immune system is improperly developed, and thus elicits an abnormal proliferative response.44 However, the search for specific postnatal leukemogenic infectious agents has been unsuccessful.

Kinlen's43 and Greaves'44 hypotheses are both compatible with the adrenal hypothesis, which proposes that early infections affect childhood ALL risk by a direct antileukemic effect of cortisol and by its modification of the Th1/Th2 balance.28, 45 At birth, humoral and cellular immunity, the Th1/Th2 balance and the hypothalamus–pituitary–adrenal axis are relatively immature.41, 42, 46 The types and severity of infectious disease burden in early life can influence the extent to which subsequent childhood infections elicit a Th1 (proinflammatory) response.47 Thus, the immune system may adapt to the high infectious burden in developing countries to avoid an overreactive inflammatory response induced by Th1 cytokines (IL-1, IL-12, tumor necrosis factor-alpha and interferon-gamma), as this may be severe and life-threatening, not least in a malnourished child.48 Cortisol favors the production of the anti-inflammatory Th2 cytokines such as IL-4 and IL-10 (an IL-12 inhibitor), and can prevent the damaging and proliferative stress of the proinflammatory Th1 cytokines by acting directly on T cells or indirectly by inhibiting IL-12 production by monocytes.28, 49 Although it remains to be proven in humans, animal models have shown that intense stimulation of the immune system early in life with Gram-negative bacterial endotoxins induces permanent changes in the immune response with subsequent more sustained rises in plasma cortisol at later stress and more suppression of lymphocyte proliferation.50

The adrenal hypothesis proposes qualitative and quantitative changes in the hypothalamus–pituitary–adrenal axis that explain several of the observations on which Alexander Kinlen43 and Mel Greaves44 have founded their etiological hypotheses on childhood ALL. Still, many issues relating to the adrenal hypothesis remain to be addressed. Among others, these include (i) further studies of the incidence and prevalence of children born with preleukemic cells in developed and developing countries; (ii) the subsequent kinetics of presumed disappearance of preleukemic cells in healthy children in relation to the pattern of early childhood infections; and (iii) comparisons of the ACTH response of healthy children in relation to their infectious history. Such studies will increase our understanding of the natural history of common childhood ALL, which eventually could lead to preventive measures.


K Schmiegelow1,2, T Vestergaard1, S M Nielsen1 and H Hjalgrim3

1. The Pediatric Clinic, The University Hospital Rigshospitalet, Copenhagen, Denmark
2. The Medical Faculty, The Institute of Gynecology, Obstetrics, and Pediatrics, The University of Copenhagen, Copenhagen, Denmark
3. Department of Epidemiology Research, Statens Serum Institut, Copenhagen, Denmark

Correspondence: Professor K Schmiegelow, The Pediatric Clinic, JMC-5704, University Hospital Rigshopspitalet, Blegdamsvej 9, 2100 Copenhagen, Denmark. E-mail: kschmiegelow@rh.dk



References

1. Hjalgrim LL, Rostgaard K, Schmiegelow K, Soderhall S, Kolmannskog S, Vettenranta K et al. Age- and sex-specific incidence of childhood leukemia by immunophenotype in the Nordic countries. J Natl Cancer Inst 2003; 95: 1539–1544. | Article | PubMed |
2. Schmiegelow K, Hjalgrim H. Is the risk of acute lymphoblastic leukemia reduced in siblings to children with the disease? A novel hypothesis explored by international collaboration. Leukemia 2006; 20: 1206–1208. | Article | PubMed | ChemPort |
3. Stiller CA, Parkin DM. Geographic and ethnic variations in the incidence of childhood cancer. Br Med Bull 1996; 52: 682–703. | PubMed | ChemPort |
4. IARC. International Incidence of Childhood Cancer. IARC Scientific Publications: Lyon, 1998, 1–391.
5. Edgar K, Morgan A. Does infections cause or prevent childhood leukemia? 2008, 1–43.
6. Pieters R, Schrappe M, De LP, Hann I, De RG, Felice M et al. A treatment protocol for infants younger than 1 year with acute lymphoblastic leukaemia (Interfant-99): an observational study and a multicentre randomised trial. Lancet 2007; 370: 240–250. | Article | PubMed | ChemPort |
7. Forestier E, Schmiegelow K. The incidence peaks of the childhood acute leukemias reflect specific cytogenetic aberrations. J Pediatr Hematol Oncol 2006; 28: 486–495. | Article | PubMed | ChemPort |
8. Murray CJ, Laakso T, Shibuya K, Hill K, Lopez AD. Can we achieve millennium development goal 4? New analysis of country trends and forecasts of under-5 mortality to 2015. Lancet 2007; 370: 1040–1054. | Article | PubMed |
9. Rajalekshmy KR, Abitha AR, Pramila R, Gnanasagar T, Shanta V. Immunophenotypic analysis of T-cell acute lymphoblastic leukaemia in Madras, India. Leuk Res 1997; 21: 119–124. | Article | PubMed | ChemPort |
10. Mullighan CG, Goorha S, Radtke I, Miller CB, Coustan-Smith E, Dalton JD et al. Genome-wide analysis of genetic alterations in acute lymphoblastic leukaemia. Nature 2007; 446: 758–764. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
11. Wiemels JL, Cazzaniga G, Daniotti M, Eden OB, Addison GM, Masera G et al. Prenatal origin of acute lymphoblastic leukaemia in children. Lancet 1999; 354: 1499–1503. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
12. Wiemels JL, Ford AM, van Wering ER, Postma A, Greaves M. Protracted and variable latency of acute lymphoblastic leukemia after TEL-AML1 gene fusion in utero. Blood 1999; 94: 1057–1062. | PubMed | ISI | ChemPort |
13. Hjalgrim LL, Madsen HO, Melbye M, Jørgensen P, Christiansen M, Andersen MT et al. Presence of clone specific markers at birth in children with acute lymphoblastic leukemia. Br J Cancer 2002; 97: 994–999. | Article | ChemPort |
14. McHale CM, Wiemels JL, Zhang L, Ma X, Buffler PA, Guo W et al. Prenatal origin of TEL-AML1-positive acute lymphoblastic leukemia in children born in California. Genes Chromosomes Cancer 2003; 37: 36–43. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
15. Zuna J, Muzikova K, Ford AM, Maia AT, Krejci O, Tousovska K et al. Pre-natal, clonal origin of acute lymphoblastic leukaemia in triplets. Leuk Lymphoma 2003; 44: 2099–2102. | Article | PubMed |
16. Maia AT, Tussiwand R, Cazzaniga G, Rebulla P, Colman S, Biondi A et al. Identification of preleukemic precursors of hyperdiploid acute lymphoblastic leukemia in cord blood. Genes Chromosomes Cancer 2004; 40: 38–43. | Article | PubMed |
17. Mori H, Colman SM, Xiao Z, Ford AM, Healy LE, Donaldson C et al. Chromosome translocations and covert leukemic clones are generated during normal fetal development. Proc Natl Acad Sci USA 2002; 99: 8242–8247. | Article | PubMed | ChemPort |
18. Olsen M, Madsen HO, Hjalgrim H, Gregers J, Rostgaard K, Schmiegelow K. Preleukemic TEL-AML1-positive clones at cell level of 10(-3) to 10(-4) do not persist into adulthood. J Pediatr Hematol Oncol 2006; 28: 734–740. | Article | PubMed | ChemPort |
19. Wiemels JL, Leonard BC, Wang Y, Segal MR, Hunger SP, Smith MT et al. Site-specific translocation and evidence of postnatal origin of the t(1;19) E2A-PBX1 fusion in childhood acute lymphoblastic leukemia. Proc Natl Acad Sci USA 2002; 99: 15101–15106. | Article | PubMed | ChemPort |
20. Fischer S, Mann G, Konrad M, Metzler M, Ebetsberger G, Jones N et al. Screening for leukemia- and clone-specific markers at birth in children with T-cell precursor ALL suggests a predominantly postnatal origin. Blood 2007; 110: 3036–3038. | Article | PubMed | ChemPort |
21. Eguchi-Ishimae M, Eguchi M, Kempski H, Greaves M. NOTCH1 mutation can be an early, prenatal genetic event in T-ALL. Blood 2008; 111: 376–378. | Article | PubMed | ChemPort |
22. Gaynon PS, Carrel AL. Glucocorticosteroid therapy in childhood acute lymphoblastic leukemia. Adv Exp Med Biol 1999; 457: 593–605. | PubMed | ISI | ChemPort |
23. Distelhorst CW. Recent insights into the mechanism of glucocorticosteroid-induced apoptosis. Cell Death Differ 2002; 9: 6–19. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
24. Nyvold C, Madsen HO, Ryder LP, Seyfarth J, Svejgaard A, Clausen N et al. Precise quantification of minimal residual disease at day 29 allows identification of children with acute lymphoblastic leukemia and an excellent outcome. Blood 2002; 99: 1253–1258. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
25. Rosenthal MC, Saunders RH, Schwartz LI, Zannos L, Perez SE, DameShek W. The use of adrenocorticotropic hormone and cortisone in the treatment of leukemia and leukosarcoma. Blood 1951; 6: 804–823. | PubMed | ChemPort |
26. Phillips RS, Enwonwu CO, Okolo S, Hassan A. Metabolic effects of acute measles in chronically malnourished Nigerian children. J Nutr Biochem 2004; 15: 281–288. | Article | PubMed | ChemPort |
27. Manary MJ, Muglia LJ, Vogt SK, Yarasheski KE. Cortisol and its action on the glucocorticoid receptor in malnutrition and acute infection. Metabolism 2006; 55: 550–554. | Article | PubMed | ChemPort |
28. Pinto RA, Arredondo SM, Bono MR, Gaggero AA, Diaz PV. T helper 1/T helper 2 cytokine imbalance in respiratory syncytial virus infection is associated with increased endogenous plasma cortisol. Pediatrics 2006; 117: e878–e886. | Article | PubMed |
29. Singhi SC, Bansal A. Serum cortisol levels in children with acute bacterial and aseptic meningitis. Pediatr Crit Care Med 2006; 7: 74–78. | Article | PubMed |
30. Nickels DA, Moore DC. Serum cortisol responses in febrile children. Pediatr Infect Dis J 1989; 8: 16–20. | PubMed | ChemPort |
31. Ho JT, Al-Musalhi H, Chapman MJ, Quach T, Thomas PD, Bagley CJ et al. Septic shock and sepsis: a comparison of total and free plasma cortisol levels. J Clin Endocrinol Metab 2006; 91: 105–114. | Article | PubMed | ChemPort |
32. Petersen KB, Jusko WJ, Rasmussen M, Schmiegelow K. Population pharmacokinetics of prednisolone in children with acute lymphoblastic leukemia. Cancer Chemother Pharmacol 2003; 51: 465–473. | PubMed | ChemPort |
33. Van den BG, de ZF, Bouillon R. Clinical review 95: acute and prolonged critical illness as different neuroendocrine paradigms. J Clin Endocrinol Metab 1998; 83: 1827–1834. | Article | PubMed |
34. Bierman HR, Crile DM, Dod KS, Kelly KH, Petrakis NL, White LP et al. Remissions in leukemia of childhood following acute infectious disease: staphylococcus and streptococcus, varicella, and feline panleukopenia. Cancer 1953; 6: 591–605. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
35. Pelner L, Fowler GA, Nauts HC. Effects of concurrent infections and their toxins on the course of leukemia. Acta Med Scand Suppl 1958; 338: 1–47. | PubMed | ChemPort |
36. Diamond LK, luhby LA. Pattern of 'spontaneous' remissions in leukemia of childhood, observed in 26 of 300 cases. Am J Med 1951; 10: 238–239. | Article |
37. Kamper-Jorgensen M, Wohlfahrt J, Simonsen J, Gronbaek M, Benn CS. Population-based study of the impact of childcare attendance on hospitalizations for acute respiratory infections. Pediatrics 2006; 118: 1439–1446. | Article | PubMed |
38. Kamper-Jørgensen M, Woodward A, Wohlfahrt J, Benn CS, Simonsen J, Hjalgrim H et al. Childcare in the first two years of life reduces the risk of childhood acute lymphoblastic leukemia. Leukemia 2007; 22: 189–193. | Article | PubMed |
39. Gilham C, Peto J, Simpson J, Roman E, Eden TO, Greaves MF et al. Day care in infancy and risk of childhood acute lymphoblastic leukaemia: findings from UK case–control study. BMJ 2005; 330: 1294. | Article | PubMed | ChemPort |
40. Roman E, Simpson J, Ansell P, Kinsey S, Mitchell CD, McKinney PA et al. Childhood acute lymphoblastic leukemia and infections in the first year of life: a report from the United Kingdom Childhood Cancer Study. Am J Epidemiol 2007; 165: 496–504. | Article | PubMed | ChemPort |
41. Sherman B, Wysham C, Pfohl B. Age-related changes in the circadian rhythm of plasma cortisol in man. J Clin Endocrinol Metab 1985; 61: 439–443. | PubMed | ChemPort |
42. Lewis M, Ramsay DS. Developmental change in infants' responses to stress. Child Dev 1995; 66: 657–670. | Article | PubMed | ChemPort |
43. Kinlen LJ. Infective cause of childhood leukaemia. Lancet 1989; 1: 378–379. | Article | PubMed | ChemPort |
44. Greaves M. Infection, immune responses and the aetiology of childhood leukaemia. Nat Rev Cancer 2006; 6: 193–203. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
45. Rook GA. Glucocorticoids and immune function. Baillieres Best Pract Res Clin Endocrinol Metab 1999; 13: 567–581. | Article | PubMed | ChemPort |
46. Gasparoni A, Ciardelli L, Avanzini A, Castellazzi AM, Carini R, Rondini G et al. Age-related changes in intracellular TH1/TH2 cytokine production, immunoproliferative T lymphocyte response and natural killer cell activity in newborns, children and adults. Biol Neonate 2003; 84: 297–303. | Article | PubMed | ChemPort |
47. Dunne DW, Cooke A. A worm's eye view of the immune system: consequences for evolution of human autoimmune disease. Nat Rev Immunol 2005; 5: 420–426. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
48. Sapolsky RM, Romero LM, Munck AU. How do glucocorticoids influence stress responses? Integrating permissive, suppressive, stimulatory, and preparative actions. Endocr Rev 2000; 21: 55–89. | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
49. Blotta MH, DeKruyff RH, Umetsu DT. Corticosteroids inhibit IL-12 production in human monocytes and enhance their capacity to induce IL-4 synthesis in CD4+ lymphocytes. J Immunol 1997; 158: 5589–5595. | PubMed | ISI | ChemPort |
50. Shanks N, Windle RJ, Perks PA, Harbuz MS, Jessop DS, Ingram CD et al. Early-life exposure to endotoxin alters hypothalamic-pituitary-adrenal function and predisposition to inflammation. Proc Natl Acad Sci USA 2000; 97: 5645–5650. | Article | PubMed | ChemPort |



Read More..
AddThis Social Bookmark Button
Email this post


Design by Amanda @ Blogger Buster